Ilaahii lastu lil firdausi ahlaan wa laa aqwaa ‘alaa naaril jahiimi
Fa hablii taubatan waghfir zunuubii fa innaka ghaafirudzdzambil ‘azhiimi

Wahai Tuhanku. Aku bukanlah orang yang pantas masuk surga, tetapi aku juga tidak kuat dengan api neraka.

Karena itu berikan kepadaku kemampuan bertaubat dan ampuni dosa-dosaku. Karena hanya Engkaulah yang dapat memberikan maaf atas dosa-dosa yang besar.

Kita sering mendengar syair Al I’tirof tersebut dinyanyikan oleh para artis seperti kelompok musik asal Malaysia, Rayhan atau pun artis Indonesia Haddad Alwi. Syair Al I’tirof juga familiar di kalangan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Biasanya syair tersebut dilantunkan menjelang salat berjamaah sembari menunggu para jamaah ngumpul.

Apa kaitannya dengan Gus Dur? Saat Gus Dur wafat 4 tahun selam, ada salah satu stasiun televisi yang kerap memperdengarkan suara Gus Dur melantunkan syair Al I’tirof dengan suara yang mendayu-dayu, serta menampilkan gambar kenangan-kenangan Gus Dur saat masih hidup.

“Saat dengar Gus Dur melantunkan syair Al I’tirof, rasanya anggapan-anggapan kita tentang Gus Dur yang selama ini liberal seakan sirna,” kata Masykur, mantan jurnalis yang kini jadi diplomat kepada merdeka.com.

Syair Al I’tirof diciptakan oleh pujangga besar Arab masa pemerintahan bani Abbasiyah, Al Hasan bin Hani al-Hakami, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Nawas. Abu Nawas sendiri adalah penyair kepercayaan Raja Harun Al Rasyid masa khalifah Abbasiyah.

Abu Nawas dikenal sebagai pribadi yang cerdas, jenaka, tapi kadang suka melakukan hal yang aneh-aneh. Banyak cerita lucu terkait dengan kisah Abu Nawas ini. Sosok Abu Nawas kerap dikait-kaitkan dengan Gus Dur. Bahkan, ada yang menganggap, Gus Dur adalah sosok Abu Nawas-nya Indonesia.

Gus Dur ternyata juga mengoleksi banyak syair karya Abu Nawas. Bahkan, konon cucu pendiri Nahdlatul Ulama tersebut sampai hafal 2.000-an bait syair Abu Nawas.

“Biasanya beliau sambil jalan, sambil melafalkan syiiran Abu Nawas yang saat itu beliau masih hafal 2.000-an bait. Setiap syair yang dibaca dengan lantunan khas, diterjemahkan, dieksplor,” kata Khofifah dalam rilisnya kepada media tak lama setelah Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 silam.

“Sehingga suatu saat Pak Wimar Witoelar bilang, meski orang sekuler kalau sering ikut jalan pagi dengan Gus Dur bisa jadi ideolog,” imbuh Khofifah.

Konon, syair Al I’tiraf diilhami dari sebuah kisah seorang sahabat Nabi Muhammad yang baru kembali dari medan pertempuran. Saat berada di pintu rumahnya, secara tidak sengaja tiba-tiba nampak olehnya betis seorang perempuan. Perempuan itu adalah istri sahabatnya yang ketika itu sedang bertamu di rumahnya.

Saat itu juga dia melompat keluar dari pintu dan berlari meninggalkan rumahnya, menuju tempat yang sepi, selama bertahun-tahun, untuk bertobat kepada Allah SWT atas ketidaksengajaannya. Rintihan tobatnya itulah saat ini menjelma menjadi syair Al I’tiraf.